Dakwah dan Tuduhan Kesialan: Telaah Kisah Penolakan Kaum Terdahulu terhadap Seruan Kebenaran

Dakwah adalah misi suci para nabi, rasul, dan setiap Muslim yang mengajak manusia kepada kebenaran. Namun, sejarah menunjukkan bahwa para penyeru kebaikan sering kali dianggap sebagai pembawa kesialan. Ketika musibah datang, mereka yang seharusnya introspeksi diri malah menyalahkan para dai.
Fenomena ini bukan hal baru. Al-Qur’an telah mencatat bagaimana kaum-kaum terdahulu menuduh para rasul sebagai penyebab kemalangan mereka. Salah satunya tergambar dalam Surah Yasin ayat 18-19, di mana penduduk suatu negeri mengancam akan merajam (melempari batu) para utusan hanya karena mereka dianggap membawa sial.
Artikel ini akan mengupas:
- Kisah penolakan dakwah dalam Al-Qur’an
- Psikologi manusia dalam menyikapi dakwah
- Bahaya menganggap sesuatu sebagai pembawa sial (tathayyur)
- Hikmah di balik penolakan terhadap dakwah
- Keteladanan para dai dalam menghadapi tantangan
- Refleksi untuk umat Islam hari ini
1. Kisah Penolakan Dakwah dalam Al-Qur’an: Ketika Kebenaran Dianggap Pembawa Musibah
Allah Ta’ala berfirman:
قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ ۖ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿١٨﴾ قَالُوا طَائِرُكُم مَّعَكُمْ ۚ أَئِن ذُكِّرْتُم ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ ﴿١٩﴾
“Mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami bernasib malang karena kalian. Jika kalian tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kalian dan kalian pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.’ Para utusan itu menjawab: ‘Kemalangan kalian adalah karena diri kalian sendiri. Apakah karena kalian diberi peringatan (lalu kalian menganggapnya sial)? Sebenarnya, kalian adalah kaum yang melampaui batas.’” (QS. Yasin: 18-19)
Tafsir Ayat: Mengapa Kaum Tersebut Menyalahkan Para Utusan?
Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa kaum ini telah terjebak dalam tathayyur (menganggap sial sesuatu tanpa dasar syar’i). Mereka mengaitkan musibah yang menimpa mereka dengan kehadiran para dai, padahal sumber masalah sebenarnya adalah dosa dan kesyirikan mereka sendiri.
Ketika para utusan Allah datang mengingatkan, bukannya bertaubat, mereka malah mengancam dengan kekerasan. Ini menunjukkan sikap keras kepala dan kebencian terhadap kebenaran.
Contoh Serupa dalam Kisah Nabi Luth dan Kaum Sodom
Kaum Nabi Luth juga menuduh beliau sebagai penyebab kesialan mereka. Mereka menolak dakwahnya dan malah terus melakukan kemaksiatan. Akhirnya, Allah menurunkan azab yang menghancurkan mereka.
وَلَقَدْ أَنْذَرَهُمْ بَطْشَتَنَا فَتَمَارَوْا بِالنُّذُرِ ﴿٣٦﴾ وَلَقَدْ رَاوَدُوهُ عَنْ ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ فَذُوقُوا عَذَابِي وَنُذُرِ ﴿٣٧﴾
“Dan sungguh, mereka telah diancam dengan azab Kami, tetapi mereka justru memperdebatkan ancaman itu. Dan sungguh, mereka telah merayu Nabi Luth terhadap tamunya, lalu Kami butakan mata mereka. Rasakanlah azab-Ku dan peringatan-Ku!” (QS. Al-Qamar: 36-37)
Pelajaran:
- Musibah datang karena dosa, bukan karena dakwah.
- Menyalahkan dai adalah bentuk pelarian dari introspeksi diri.
- Ancaman terhadap dai adalah ciri kaum yang zalim.
2. Psikologi Manusia dalam Menyikapi Dakwah: Mengapa Ada yang Menolak Kebenaran?
A. Faktor Kesombongan (Kibr)
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ ۙ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَّا هُم بِبَالِغِيهِ
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah kesombongan yang tidak akan mencapainya.” (QS. Ghafir: 56)
Manusia sering menolak kebenaran karena ego dan gengsi. Mereka tidak mau mengakui kesalahan, sehingga lebih mudah menyalahkan orang lain.
B. Faktor Kebiasaan Buruk yang Telah Mengakar
Nabi Syu’aib menghadapi kaum yang enggan meninggalkan kecurangan dalam takaran dan timbangan karena sudah menjadi tradisi turun-temurun.
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَن نَّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ
“Mereka berkata: ‘Wahai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang kami atau melarang kami memperlakukan harta kami menurut kehendak kami?’” (QS. Hud: 87)
Pelajaran:
- Perubahan itu berat bagi orang yang sudah nyaman dalam kemaksiatan.
- Dakwah sering dianggap mengganggu “kenyamanan” dalam kebatilan.
3. Bahaya Tathayyur (Menganggap Sesuatu Pembawa Sial)
Rasulullah ﷺ bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ
“Tathayyur (menganggap sial sesuatu) adalah syirik.” (HR. Ahmad)
Mengapa Islam Melarang Tathayyur?
- Merusak tauhid, karena meyakini ada selain Allah yang mendatangkan bahaya atau manfaat.
- Menghambat kemajuan, karena orang jadi takut bertindak hanya karena prasangka buruk.
- Memicu permusuhan, seperti kasus kaum yang menyalahkan para dai.
Solusinya adalah tawakkal dan istirja’ (mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” saat tertimpa musibah).
4. Hikmah di Balik Penolakan Terhadap Dakwah
- Ujian Kesabaran bagi Dai
- Para nabi diuji dengan penolakan, tetapi mereka tetap sabar.
- Dakwah tidak diukur dari hasil, tapi dari kesungguhan.
- Pemisahan antara Mukmin dan Munafik
- Orang yang benar-benar mencari kebenaran akan menerima dakwah.
- Sedangkan yang keras hati akan semakin tenggelam dalam kesesatan.
5. Keteladanan Para Dai dalam Menghadapi Tantangan
- Nabi Nuh berdakwah 950 tahun, hanya sedikit yang beriman.
- Nabi Musa dihina oleh Fir’aun, tetapi tetap tegas.
- Rasulullah ﷺ dicaci, dilempari batu, namun tetap lembut.
Pelajaran:
- Dai harus ikhlas, sabar, dan tidak putus asa.
- Musuh dakwah bukanlah manusia, tapi syaitan yang menghasut mereka.
6. Refleksi untuk Umat Islam Hari Ini
- Jangan Menyalahkan Dai Saat Musibah Datang
- Jika suatu negeri dilanda krisis, cek kembali: apakah maksiat merajalela?
- Jangan seperti kaum terdahulu yang menyalahkan nabi-nabi.
- Dakwah Harus Dilakukan dengan Hikmah
- Gunakan cara yang baik (QS. An-Nahl: 125).
- Jangan memaksa, tetapi juga tidak diam terhadap kemungkaran.
- Perbaiki Diri Sebelum Menyalahkan Orang Lain
- Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri sendiri (QS. Ar-Ra’d: 11).
Kesimpulan
Dakwah adalah tanggung jawab setiap Muslim. Meski sering dianggap sebagai “pembawa sial” oleh orang-orang yang tidak suka kebenaran, kita harus tetap istiqamah. Musibah bukan karena dakwah, tapi karena dosa dan kesyirikan.
Mari belajar dari kisah para nabi:
- Sabar menghadapi penolakan.
- Tidak mudah menyalahkan orang lain.
- Terus berdoa agar Allah membukakan hati manusia.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasihat dan mengambil pelajaran.
Referensi:
- Tafsir As-Sa’di
- Tafsir Ibnu Katsir
- Hadits-hadits Shahih
- Kitab-kitab Sirah Nabawiyah
Wallahu a’lam bish-shawab.
